Sabtu, 30 Desember 2017

Saya dan Pulau Sembilan

Siapa yang menyangka bahwa saya akan menginjakkan kaki di Pulau yang bernama Pulau Sembilan, meskipun terbersit doa, ketika pendaftaran kemarin sekiranya dapat lulus dan menerima untuk ditempatkan dimana saja, dan finally disinilah saya bermukim saat ini.

Mengurai perjalanan dari kampung halaman saya, Kab.Pinrang, Sulawesi Selatan, menuju ke Pulau Sembilan, cukup memakan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun semua terbayar dengan keberadaan di daerah baru, orang-orang baru dan tentunya akan menjadi satu cerita tersendiri dalam mengabdikan diri di dunia pendidikan. Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau terbesar dari sembilan rangkaian pulau terluar dari Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pulau ini merupakan pusat pemerintahanan Kecamatan karena memiliki jumlah penduduk terbesar diantara pulau-pulau lainnya.
Untuk sampai di pulau ini, kemarin kami menggunakan kapal kayu, dengan lama perjalanan hingga 16 jam. Saya kurang begitu menikmati perjalanan karena sebagian besar waktu saya gunakan untuk tidur. Ini efek dari meminum 3 pil obat anti mabuk. Maklum, tidak terbiasa berlayar dalam waktu yang lama.

Meskipun merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Selatan, yang dominan Suku Banjar, akan tetapi di pulau ini sebagaian besar warga menggunakan bahasa Mandar dan Bugis. Saya belum bertanya banyak kepada warga yag dituakan mengapa sampai dua suku ini mendominasi pulau ini sedangkan pulau ini cukup jauh dari pulau sulawesi yang notabene adalah asal dari dua suku tersebut.

Ketika menjalani program Sarjana Mendidik Daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal, tantangan yang dihadapi ya... tidak jauh beda dengan di pulau ini. Saya merasa Pulau ini bisa dimasukkan dalam daftar sasaran lokasi SM-3T.



Sabtu, 21 Desember 2013

Secarik Kertas Lusuh



Kupilih dia karena dia lebih mapan dan menjanjikan masa depanku, meski kutahu dia telah mengukir kesal dan kekecewaan dihatiku bak kuas kasar nan lusuh yang mencoreng kanvas yang tak bersisa lagi warna dasarnya. Dan yang paling menyedihkan adalah bahwa dirimulah yang mencoba memberikan pelangi dikanvas lukaku, hingga sedikit demi sedikit, kelam di kanvas itu berubah menjadi panorama yang menawan.
Kau tahu, hidupku bersama keluarga berada dibawah tekanan ekonomi dan dijauhi keluarga besar karena tidak lagi sederajat dengan mereka. Mungkin aku sudah bosan diperlakukan demikian sehingga untuk saat ini, kenyamanan dan kebahagian hatiku bukanlah yang utama.  

Aku memilih dia, karena aku takut orang-orang mencemooh keluargaku karena menganggap aku orang yang tidak bersyukur. Apalagi yang kurang darinya, mapan, mandiri dan dari keluarga terpandang. Dengan bersamanya, maka ada nilai prestise yang secara tidak langsung didapatkan keluargaku.

Bersamamu hari yang kulalui terasa sempurna, tak ada rasa ragu dan kekhawatiran. Kejujuran dan keterbukaan menjadikan aku hidup tanpa tekanan. Mungkin kau tak tahu bahwa dengannya hal itu sama sekali tak pernah kudapatkan. Aku berusaha selalu menerimanya, memaafkan kesalahannya dan mencoba bersabar ketika kami tak saling berkomunikasi dalam kurun waktu berbulan-bulan lamanya.
Dan aku sangat sadar, bahwa dirimu sangat jauh dari sifat itu.

Aku tidak ingin menyalahkan kondisimu, bukan kamu yang meminta untuk dilahirkan dalam kondisi yang berbeda dengan dirinya. Aku yakin, kamu akan menjadi sosok yang akan membawa keluargamu menuju apa yang aku inginkan saat ini, dan itu terjadi nanti dimasa depanmu yang perencanaan dan perwujudannya namaku sudak tak ada lagi dalam daftar. 

Ingatlah, tidak semua wanita sama dengan diriku, jadi pilihlah seseorang yang mau hidup berdampingan denganmu, membantumu untuk berdiri ketika kamu terjatuh, meyiapkan pangkuannya agar kamu dapat tidur lelap ditengah perih dan keletihan hati, fikiran dan ototmu menggapai mimpi besar kalian berdua.

Aku disini telah mempersiapkan hati untuk menerima cemoohanmu, kemarahanmu bahkan senyummu untuk kesakitanku dikemudian hari.

Maafkan aku…